Minggu, 23 Oktober 2011

Sejarah Perkembangan Bahasa Melayu ke Bahasa Indonesia

Bahasa melayu termasuk dalam Bahasa Bahasa Melayu Polinesia dibawah rumpun Bahasa Australia menurut statistik penggunaan bahasa didunia.  Penutur Bahasa Melayu diperkirakan mencapai lebih kurang 250.000.000 jiwa yang merupakan bahasa ke empat dalam urutan jumlah penutur terpenting bagi Bangsa Bangsa dunia.  Catatan tertulis pertama dalam Bahasa Melayu Kuna berasal dari abad ke 7 Masehi dan tercantum pada beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya dibagian selatan Sumatera dan Wangsa Syailendra dibeberapa tempat di Jawa Tengah. Tulisan ini menggunakan Aksara Palawa.
Selanjutnya bukti bukti tertulis bermunculan diberbagai tempat, meskipun dokumen terbanyak kebanyakan berasal dari abad ke 18. Sejarah penggunaan yang panjang ini tentu saja mengakibatkan perbedaan versi bahasa yang digunakan. Ahli bahasa membagi perkembangan Bahasa Melayu kedalam tiga tahap utama, yaitu :
     • Bahasa Melayu Kuna  (abad ke 7 hingga abad ke 13)
     • Bahasa Melayu Klasik mulai ditulis huruf jawi (sejak abad ke 15)
     •Bahasa Melayu Modern (sejak abad 20)
Walaupun demikian, tidak ada bukti bahwa abad ke 3 bentuk Bahasa Melayu tersebut saling bersinambung. Selain itu, penggunaan yang meluas berbagai tempat memunculkan berbagai dialek Bahasa Melayu, baik karena penyebaran penduduk dan isolasi maupun melalui kreolisasi.
Selepas masa Sriwijaya, catatan tertulis tentang dan dalam Bahasa Melayu baru muncul semenjak sama Kesultanan Malaka (abad ke 15(laporan Portugis dari abad ke 18 menyebut nyebut mengenai perlunya penguasaan Bahasa Melayu untuk bertransaksi perdagangan seiring dengan runtuhnya kekuasaan Portugia di Malaka, dan bermunculan berbagaikesultana dipesisir Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, serta selatan Filipina.
Dokumen dokumen tertulis dikertas dalam Bahasa Melayu mulai ditemukan surat menyurat antar pemimpin kerajaan pada abad ke 16, juga diketahui telah menggunakan Bahasa Melayu. Karena bukan penutur asli Bahasa Melayu, mereka menggunakan Bahasa Melayu yang disederhanakan danmengalami percampuran dengan bahasa setempat, yang lebih popular Bahasa Melayu Pasar (Bazaar Malay). Tulisan pada masa ini telah menggunakan huruf arab (kelak dikenal sebagai huruf jawi) atau juga menggunakan huruf setempat, seperti Haracaraka. Rintisan Bahasa Melayu modern dimulai ketika Raja Ali Haji, sastrawan istana dari Kesultanan Riau Lingga, secara sistemayis menyusun Kamus Ekabahasa Bahasa Melayu (Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga Penggal yang pertama pada pertengahan abad ke 19.
Perkembangan berikutnya terjadi pada sarjana sarjana (khususnya Belanda dan Inggris) memulai mempelajari bahasa ini secara sistematis karena menganggap penting menggunakannya dalam urusan adminitrasi. Hal ini terjadi pada paruh ke 2 dari abad ke 19.
Bahasa Melayu Modern dicirikan denganmenggunakan Alfabet Latin dan masuknya kata kata Eropa pengajaran Bahasa Melayu di sekolah sekolah sejak awal abad ke 20 semakin membuat popular bahasa ini. Di Indonesia, Pendiri Balai Pustaka (1901) sebagai percetakan buku buku pelajarann dan sastra mengantarkan kepopuleran Bahasa Melayu dan bahkan membentuk suatu variasi bahasa tersendiri yang mulai berbeda dari induknya, Bahasa Melayu Rian. Kalangan penulis sejarah Bahasa Indonesia kini menjulukinya “Bahasa Melayu Balai Puataka” atau “Bahasa Melau Van Ophuijsen”
Van Ophuijsen adalah orang yang pada tahun 1901 menyusun ejaan Bahasa Melayu dengan huruf latin untuk penggunaan di Hindia-Belanda. Ia juga menjadi penyunting berbagai buku sastra terbitan Blai Pustaka. Dalam masa 20 tahun berikutnya “Bahasa Melayu Van Ophuijsen” ini kemudian dikenal  luas dikalangan orang orang pribumi dan mulai dianggap menjadi identitas Kebangsaan Indonesia. Puncaknya adalah ketika dalam kongres Pemuda II (28 Oktober 1928) dengan jelas dinyatakan, “Menjungjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia” sejak saat itulah Bahasa Melayu diangkat menjadi Bahasa Kebangsaan.
Pada awal tahun 2004 Dewan Bahasa dan Pustaka (Malaysia) dan Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia (MABBIM) berencana menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dalam organisasi ASEAN. Rencana ini belum pernah terealisasikan, tetapi ASEAN sekarang selalu membuat dokumen asli dalam Bahasa Inggris dan diterjemahkan kedalam bahasa resmi masing masing Negara anggotanya.


Referensi
Google.com

pendidikan kewarganegaraan



1.       Dinamika dan pelaksanaan UUD 1945 dan sebab sebab perubahannya.

§  DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945

Pasca kemerdekaan 17 agustus 1945 banyak peristiwa yang terjadi , antara lain :
   a. Belanda ingin kembali menjajah indonesia
   b. Pemberontakan terjadi dalam negeri seperti : PKI madiun(1948) DI/TII,PRRI Permesta dll.
   c. Sistem pemerintahan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut :
        - KNIP yang tadinya membantu presiden memegang kekuasaan legislatif dan turut menetapkan  GBHN (maklumat wapres no.X 16 oktober 1945)
         - Sistem kabinet presidensial sistem kabinet parlementer (maklumat pemerintah tanggal 14 november  1945 dan dibentuklah partai-partai politik (3 november 1945)
         - Kekuasaan pemerintah dipegang oleh perdana menteri sebagai pemimpin kabinet dan menteri bertanggung jaab kepada KNIP yang berfungsi sbagai DPR
         - Pada tanggal 27 desember 1949 dibentuk negara federal negara kesatuan republik indonesia serikat
         - UUD 1945 diganti dengan konstitusi RIS (27 desember 1949 – 17 agustus 1950)
         - Tanggal 17 agustus 1950 diberlakukan UUDS - juli 1959 yang juga menganut sistem parlementer
        - Pada bulan september 1955 – desember 1955 diadakan pemilu I
        - Pada tanggal 5 juli 1959 presiden mengeluarkan dekrit yang berisi :
              1. Menetapkan pembukaan konstituante.
             2. Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali dan UUDS tidak berlaku.
             3. Pembentukan MPR sementara.

§  SEBAB SEBAB PERUBAHANNYA

A.      UUUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)
UUD 1945 pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi Negara Indonesia dalam PPKI pada 18 Agustus 1945. Naskah UUD 1945 pertama kali dipersiapkan oleh pemerintah balatentara Jepang yang diberi nama Dokoritsu Zyunbi Tyoosakai atau BPUPKI.
BPUPKI mengadakan dua kali siding. Sidang pertama pada 29 Mei - 1 Juni 1945 sedangkan siding ke dua pada 10 Juli – 17 Juli 1945. Setelah mendengarkan hasil kerja BPUPKI tentang naskah rancangan UUD pada siding PPKI 08 Agustus 1945, PPKI akhirnya mengesahkan rancangan UUD tersebut menjadi Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Namun demikian, setelah resmi disahkan pada 18 Agustus 1945, UUD 1945 tidak langsung dijadikan referensi dalam setiap pengambilan keputusan kenegaraan dan pemerintahan. UUD 1945 hanya dijadikan sebagai alat untuk sesegera mungkin membentuk Negara merdeka yang bernama Repulik Indonesia. Oleh karena itu, walaupun secara formal UUD 194 berlaku sebagai konstitusi, namun nilainya hanya bersifat nominal yaitu baru di atas kerja saja.

B.      Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1945 – 17 Agustus 1950)
Pada 23 Agustus – 02 November 1949, diadakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda. Koferensi ini berhasil menyepakati tiga hal, yaitu :
-          Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat
-          Menyerahkan kedaulatan pada RIS yang berisi tiga hal, yaitu piagam penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda pada pemerintah RIS, status UNI, dan persetujuan perpindahan.
-          Mendirikan UNI antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda.
Konstitusi RIS dimaksud sebagai UUD yang bersifat sementara, karena lembaga yang membuatnya dan menetapkannya tidaklah representative. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 186 Konstitusi Ris bahwa Konstituante bersama pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
C.      Undang Undang Dasar Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 05 Juli 1959)
UUD 1950 ini bersifat mengganti (renewal) sehingga isinya tidak hanya mencerminkan perubahan (amandement) terhadap Konstitusi RIS tahun 1949, namun juga menggantikan naskah Konstitusi RIS itu dengan naskah yang sama sekali baru dengan nama Undang Undang Dasar Sementara 1950.
UUDS 1950 bersifat sementara, ini terlihat jelas dalam rumusan Pasal 134 yang mengharuskanKonstituante bersama pemerintah segera menyusun Undang Undang Dasar Republik Indonesia untuk menggantikan UUD 1950 tersebut.
Sayangnya, Konstituante belum sempat berhasil menyelesaikan tugasnya untuk menyusun undang undang dasar baru keyika Presiden Soekarno berkesimpulan bahwa Konstituante telah gagal, dan atas dasar itu ia mengeluarkan dekrit pada 05 Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai UUD Negara Republik Indonesai selanjutnya.

D.      (Kembali ke) Undang Undang Dasar 1945 (05 Juli 1959 – 19 Oktober 1999)
Sejak Dekrit Presiden 1959 hngga sekarang, UUD 1945 terus berlaku dan diberlakukan sebagai hokum dasar. Sifatnya masih sebagai tetap sebagai UUD sementara. Namun pada masa Orde Baru, konsolidasi kekuasaan lama kelamaan semakin terpusat. Disisi lain, siklus kekuasaan mengalami stagnasi yang statis karena pucuk pimpinan pemerintahan tidak mengalami pergantian selama 32 tahun. Akibatnya UUD 1945 mengalami proses sakralisasi yang irasional semasa rezim Orde Baru. UUD 1945 tidak diizinkan bersentuhan dengan ide perubahan sama sekali. Padahal UUD 1945 jelas merupakan UUD yang masih sementara dan belum pernah dipergunakan dan diterapkan secara sungguh sungguh.

E.       Perubahan (Amandemen) Undang Undang Dasar 1945
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tataan Negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi Negara demokrasi dan Negara hokum, serta hal hal lain yang sesuia dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa.
Dalam kurun waktu 1999 – 2002, UUD 1945 mengalami empat kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR. 
-          Perubahan (amandemen) pertama UUD 1945 (19 Oktobet 1999 – 18 Agustus 2000)
Perubahan pertama UUD 1945 dihasilkan melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1999 pada 14 – 21 Oktober 1999.
-          Perubahan (amandemen) kedua UUD 1945 (18 Agustus 2000 – 09 November 2001)
Perubahan kedua UUD 1945 dihasilkan melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2000 pada 7 – 18 Agustus 2000
-          Perubahan (amandemen) ketiga UUD 1945 (09 November 2001 – 10 Agustus 2002)
Perubahan ketiga UUD 1945 dihasilkan melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2001 pada 1 – 9 November 2001
2.     Penyimpangan penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama terhadap UUD 1945

Pada masa ini UUD 1945 belum dapat dilaksanakan dengan baik , banyak terdapat penyimpangan , antara lain :
   a. Dikukuhkannya ideologi nasakom
   b. Presiden ditetapkan menjabat seumur hidup
   c. Demokrasi diarahkan menjadi demokrasi terpimpin
   d. Presiden secara sepihak mengeluarkan produk hukum yang setingkat dengan UUD
   e. Presiden membubarkan DPR (1960) dan membentuk DPR GR
   f. Pimpinan lembaga tertinggi dan tinggi negara dijadikan menteri yang berarti sebagai pembantu presiden dll
Karena pelaksanaan UUD 1945 terlalu menyimpan ini ,maka terjadilah peristiwa berikut :
      - Terjadi pemberontakan PKI
      - Rakyat menyampaikan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat) yaitu :
          1. Bubarkan PKI
         2. Bersihkan kabinet dari unsur PKI
         3. Turunkan harga / perbaiki ekonomi
Adanya Tritura ini menyebabkan lahirnya surat perintah 11 maret 1966 yang memberikan wewenang kepada letjen Soeharto untuk mengambil langkah-langkah bila menegembalikan keamanan negara.
g.    Kekuasaan Presiden dijalankan secara sewenang-wenang, hal ini terjadi karena kekuasaan MPR, DPR, dan DPA yang pada waktu itu belum dibentuk dilaksanakan oleh Presiden.
h.     MPRS menetapkan Oresiden menjadi Presiden seumur hidup, hal ini tidak sesuai dengan ketentuan mengenai masa jabatan Presiden.
i.       Pimpinan MPRS dan DPR diberi status sebagai menteri, dengan demikian, MPR dan DPR berada dibawah Presiden.
j.      Pimpinan MA diberi status menteri, ini merupakan penyelewengan terhadap prinsip bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka.
k.    Presiden membuat penetapan yang isinya semestinya diatur dengan undang-undang (yang harus dibuat bersama DPR), dengan demikian Presiden melampaui kewenangannya
l.      Pembentukan lembaga negara yang tidak diatur dalam konstitusi, yaitu, Front Nasional
m.   Presiden membubarkan DPR; padahal menurut konstitusi, Presiden tidak bisa membuabarkan DPR.
5

Orde lama merupakan konsep yang biasa dipergunakan untuk menyebut suatu periode pemerintahan yang ditandai dengan berbagai penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Kegagalan konstituante dalam merumuskan undang – undang dasar baru dan ketidakmampuan menembus jalan buntu untuk kembali ke UUD 1945, telah mendoronng Presiden soekarno pada tanggal 5 juli mengeluarkan “Dekrit Presiden”. Tindak lanjut dari dekrit presiden tanggal 5 juli 1959 adalah pembentukan kabinet baru yang diberi nama Kabinet Karya. Dalam prakteknya (atau masa Orde Lama), lembaga – lembaga Negara yang ada belum dibentuk berdasarkan UUD 1945sehingga sifatnya masih sementara.
Dalam masa ini, Presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang kekuasaan legislative (bersama – sama dengan DPRGR) telah menggunakan kekuasaannya dengan tidak semestinya. Penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 terus berlangsung. Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang pengangkatan presiden seumur hidup jelas bertentangan dengan UUD 1945. pendek kata, periode pemerintahan antara tahun 1959-1965 ditandai oleh berbagai penyelewengan wewenang dan penyimpangan tarhadap pancasila dan UUD 1945 sehingga disebut sebagai masa orde lama. Hampir semua kebijaksanaan yang dikeluarkan pemerintah sangat menguntungkan PKI.


3.     Penyimpangan penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Baru terhadap UUD 1945

Bentuk-bentuk penyimpangan UUD 1945 pada masa Orde Baru meliputi, antara lain:
1.       Terjadi pemusatan di tangan Presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara otoriter.
2.        Berbagai lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hanya melayani keinginan pemerintah (Presiden).
3.        Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis, pemilu hanya menjadi sarana untuk mengukuhkan kekuasaan Presiden, sehingga Presiden terus menerus dipilih kembali.
4.        Terjadi monopoli penafsiran Pancasila, ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah untuk membenarkan tindakan-tindakannya.
5.        Pembatasan hak-hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul, dan berpendapat.
6.       Pemerintahan campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak merdeka.
7.       Pembentukan lembaga-lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu kopkamtib yang kemudian menjadi Bakorstanas.
8.       Terjadi Korupsi Kolusi Napolisme (KKN) yang luar biasa parahnya sehingga bisa merusak segala aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multimensi.

Berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan keamanan negara dan amanat ,pada waktu itu MPRS mengeluarkan berbagai TAP . yaitu :
1. TAP no.XIII / MPRS / 1966 tentang kabinet negara
2. TAP no.XVIII / MPRS / 1966 permintaan maaf atas pengangkutan presiden seumur hidup
3. TAP no.XX / MPRS /1966 tentang sumber tertib hukum RI
4. TAP no.XXII /MPRS / 1966 tentang penyerdahanaan kepartaian ,keormasan dan kekayaan
5. TAP no.XXV / MRS / 1966 tentang pembubaran PKI

       Pada saat itu kondisi politik dan ekonomi tidak menentu sebagai MPRS mengadakan sidang istimewa yang menghasilkan sebagai berikut :
1. Presiden soekarno tidak dapat menjalankan tugas sesuai dengan konstitusi dan tidak menjalankan GBHN
2. Mengangkat jenderal soeharto sebagai pejabat presiden hingga dipilihnya presiden baru hasil pemilihan umum
7


       Dalam masa orde baru ini (1967-1997) pelaksanaan UUD 1945 belum juga murni dan konsekuen ,praktis kekuasaan presiden tidak secara langsung kekuasaanlembaga tertinggi dan tinggi negara dibawah kekuasaan presidan . Tetapi seluruhnya hampir dituangkan dalam mekanisme peraturan antara lain :
1. UU no.16/1969 dan UU no.5/1975 tentang kedudukan DPR,MPR,DPRD
2. UU no.3/1975 dan UU no.3/1985 tentang parpol da golkar
3. UU no.15/969 dan UU no.4/1975 tentang pemilu

Orde baru berakhir pada tahun 1998 yang ditandai dengan lengsernya presiden Soeharto.


Referensi :

Buku paket kelas 10, pendidikan kewarganegaraan, penerbit Erlangga, Tim Abdi Guru.