Pengertian
Dasar Asuransi Umum
“Asuransi
atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Definisi
ini adalah definisi standard menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Bab 1 pasal 1.
Tujuan
Asuransi
-
Memberikan
jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
-
Meningkatkan
efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan
pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan
biaya.
-
Pemerataan
biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan
tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya
tidak tentu dan tidak pasti.
-
Dasar
bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan
perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
-
Sebagai
tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan
dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
-
Menutup
Loss of Earning Power seseorang atau
badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja).
Syarat-syarat resiko yang dapat
diasuransikan
Tidak
semua risiko yang dihadapi manusia dapat diasuransikan. ada syarat atau elemen
yang harus ada di dalam suatu risiko agar dapat diasuransikan atau dialihkan
kepada perusahaan asuransi melalui proses Perjanjian Asuransi.
1.
Risiko
tersebut harus bersifat homogen atau ada dalam jumlah yang cukup banyak
(Homogeneous Similarly).Contoh: Bangunan yang terancam kebakaran, jumlahnya
cukup banyak, begitu juga mobil yang terancam bahaya kecelakaan atau pencurian.
Lukisan asli Monalisa, sulit diasuransikan karena jumlahnya hanya 1 (satu)
sehingga padanan untuk menjadi tolak ukur nilai/harganya tidak ada.
2.
Bentuk
risikonya harus Risiko Mumi (Pure Risk).
3.
Selain
berbentuk risiko murni, juga harus merupakan risiko khusus atau Particular.
4.
Kerugian
atau kerusakan yang diakibatkannya terjadi dari suatu peristiwa yang bersifat
kebetulan (Fortuitous) dan merupakan suatu hal yang bisa terjadi, bisa juga
tidak terjadi.
5.
Risikonya
bukan suatu hal yang bertentangan dengan kebijaksanaan umum atau kebijaksanaan
Pemerintah (Not Against Public Policy). Misal : Risiko terkena denda tilang
karena melanggar peraturan lalu lintas, tidak dapat diasuransikan.
6.
Obyek
risiko dan dampak kerugian yang mungkin timbul, harus dapat diukur atau dinilai
dengan uang (Financial Value).
7.
Mereka
yang akan mengalihkan risiko tersebut kepada perusahaan asuransi atau akan
mengasuransikan, harus mempunyai Insurable Interest atau kepentingan yang
melekat pada obyek pertanggungan asuransi atau obyek risiko yang sah dilindungi
hukum.
8.
Atas
pengalihan risiko tersebut haras dapat ditetapkan jumlah premi asuransi yang
wajar (Reasonable Premium).
Syarat-syarat
resiko yang diasuransikan:
1.
Persyaratan
dilihat dari sudut pandang perusahaan asuransi :
a.
Obyek pertanggungan harus cukup kuantitas dan kualitas
b.
Kerugian yang terjadi secara kebetulan dan tidak disengaja
c.
Kerugian harus dapat ditentukan dan diukur
2. Persyaratan
dilihat dari sudut pandang tertanggung.
a. Potensi kerugian
harus cukup kuat
b. Kemungkinan kerugian tidak terlalu tinggi
Beberapa prinsip dasar perjanjian
asuransi
A.
Indemnity
(Asas Indemnitas)
Asas indemnitas adalah satu asas
utama dalam perjanjian asuransi, karena merupakan asas yang mendasari mekanisme
kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri (khusus
untuk asuransi kerugian). Perjanjian asuransi mempuyai tujuan utama dan
spesifik ialah untuk memberi suatu ganti kerugian kepada pihak tertanggung oleh
pihak penanggung.Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga
menimbulkan kerugian maka kami akan memberi ganti rugi untuk mengembalikan
posisi keuangan Anda setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan sesaat
sebelum terjadi kerugian. Dengan demikian Anda tidak berhak memperoleh
ganti rugi lebih besar daripada kerugian yang Anda derita.
Asas idemnitas
adalah mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam
upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat
sebelum terjadinya kerugian.
Contoh:
Harga pasar kendaraan sebesar 100 juta rupiah, diasuransikan sebesar 100 juta
rupiah.
Beberapa cara pembayaran ganti rugi yang berlaku:
-
Pembayaran dengan uang tunai, atau
-
Perbaikan, atau Penggantian, atau Pemulihan kembali.
B.
Insurable
Interest (Asas Kepentingan Yang Dapat Diasuransikan)
Adalah hak untuk mengasuransikan,
yang timbul dari suatu hubungan keuangan antara tertanggung dengan yang
diasuransikan dan diakui secara hukum. Jadi, anda dikatakan memiliki
kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila Anda menderita kerugian keuangan
seandainya terjadi musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek
tersebut.
Kepentingan keuangan ini memungkinkan Anda mengasuransikan harta benda atau
kepentingan anda. Apabila terjadi musibah atas obyek yang diasuransikan dan
terbukti bahwa Anda tidak memiliki kepentingan keuangan atas obyek tersebut,
maka Anda tidak berhak menerima ganti rugi.
Kepentingan yang dapat
diasuransikan merupakan asas utama kedua dalam perjanjian
asuransi/pertanggungan. Setiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian
asuransi, harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, maksudnya ialah
bahwa pihak tertanggung mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat
dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadinya dan yang bersangkutan menjadi
menderita kerugian.
Kitab
Undang-undang Hukum Dagang, mengenai kepentingan, mengaturnya dalam dua pasal
yaitu :
Pasal 250: “apabila seorang telah
mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seorang yang
untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya
pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang
dipertanggungkan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti
rugi.”
Pasal 268: “suatu pertanggungan
dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, dapat
diancam oleh sesuatu bahaya, dan tidak dikecualikan oleh undang-undang.”
Jadi pada hakikatnya, setiap
kepentingan itu dapat diasuransikan/dipertanggungkan, baik kepentingan yang
bersifat kebendaan atau kepentingan yang bersifat hak, sepanjang memenuhi
syarat yang diminta oleh pasal 268 tersebut diatas, yaitu bahwa kepentingan itu
dapat dinilai dengan uang, dapat diancam bahaya dan tidak dikecualikan oleh
undang-undang. Meskipun demikian, untuk selanjutnya masih perlu/dapat dipertanyakan
lagi, kapankah kepentingan itu harus ada. Dalam hal ini, undang-undang mengatur
sebagaimana ketentuan pasal 250 KUH Dagang.
C.
Utmost
Good Faith (Asas Kejujuran Yang Sempurna)
Adalah suatu tindakan untuk
mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material mengenai
sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya si
penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang
luasnya syarat dan kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan
keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan yang
dipertanggungkan. Intinya Anda berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan
dengan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek
yang diasuransikan. Prinsip inipun menjelaskan risiko-risiko yang dijamin
maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara
jelas serta teliti.
Untuk istilah kejujuran yang
sempurna dalam perjanjian asuransi, lazim juga dipakai istilah-istilah lain
yaitu: itikad baik yang sebaik-baiknya, principle of utmost good faith atau
uberrimae fidei. Asas kejujuran ini sebenarnya merupakan asas bagi setiap
perjanjian, sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan perjanjian.
Tidak dipenuhinya asas ini pada saat akan menutup suatu perjanjian akan
menyebabkan adanya cacat kehendak, sebagaimana makna dari seluruh
ketentuan-ketentuan dasar yang diatur oleh pasal-pasal 1320-1329 KUH Perdata.
Bagaimanapun juga itikad baik merupakan satu dasar utama dan kepercayaan yang
melandasi setiap perjanjian dan hukum pada dasarnya juga tidak melindungi pihak
yang beritikad buruk. Yang dimaksudkan adalah bahwa Anda berkewajiban
memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting
yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan. Prinsip inipun menjelaskan
risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan
kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti. Kewajiban untuk memberikan
fakta-fakta penting tersebut berlaku:
-
Sejak
perjanjian mengenai perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi
selesai dibuat, yaitu pada saat kami menyetujui kontrak tersebut.
-
Pada
saat perpanjangan kontrak asuransi.
-
Pada
saat terjadi perubahan pada kontrak asuransi dan mengenai hal-hal yang ada
kaitannya dengan perubahan-perubahan itu.
D.
Subrogation
(Asas Subrogasi Bagi Penanggung)
Adalah pengalihan hak tuntut dari
tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar. Di dalam KUH Dagang, asas ini secara tegas diatur
didalam pasal 284: "Apabila seorang penanggung telah membayar ganti
rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan
tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan
kerugian pada tertanggung". Sebagai konsekuensi dari prinsip Indemnity adalah pengalihan hak
(subrogasi) dari Tertanggung kepada Penanggung jika Penanggung telah membayar
ganti rugi kepada Tertanggung.
Asas subrogasi bagi penanggung,
seperti diatur pada pasal 284 KUH Dagang tersebut diatas adalah suatu asas yang
merupakan konsekunsi logis dari asas indemnitas. Mengingat tujuan perjanjian
asuransi itu adalah untuk memberi ganti kerugian, maka tidak adil apabila
tertanggung, karena dengan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diharapkan
menjadi diuntungkan. Artinya tertanggung di samping sudah mendapat ganti
kerugian dari penanggung masih memperoleh pembayaran lagi dari pihak ketiga
(meskipun ada alasan hak untuk itu). Subrogasi dalam asuransi adalah subrogasi
berdasarkan undang-undang, oleh karena itu asas subrogasi hanya dapat ditegakan
apabila memenuhi dua syarat berikut:
-
Apabila
tertanggung di samping mempunyai hak terhadap penanggung masih mempunyai
hak-hak terhadap pihak ketiga.
-
Hak
tersebut timbul, karena terjadinya suatu kerugian.
Pada umumnya asas subrogasi ini
secara tegas diatur pula sebagai syarat polis, dengan perumusan sebagai
berikut: Sesuai dengan pasal 284 KUHD, setelah pembayaran ganti rugi atas harta
benda yang dipertanggungkan dalam polis ini, maka penanggung menggantikan
tertanngung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap pihak ketiga sehubungan
dengan ganti kerugian tersebut. Subrogasi pada ayat tersebut diatas berlaku
dengan sendirinya tanpa memerlukan sesuatu surat kuasa khusus dari tertanggung.
Tertanggung tetap bertanggung jawab merugikan hak penanggung terhadap pihak
ketiga. Jadi pada perjanjian asuransi, asas subrogasi dilaksanakan baik
berdasarkan undang-undang maupun berdasarkan perjanjian.
-
Polis
sebagai dokumen perjanjian asuransi
Pada dasarnya setiap perjanjian
pasti membutuhkan adanya suatu dokumen. Setiap dokumen secara umum mempunyai
arti sangat penting karena berfungsi sebagai alat bukti. Arti pentingnya
dokumen sebagai alat bukti tidak hanya bagi para pihak saja, tetapi juga bagi
pihak ketiga yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan
perjanjian yang bersangkutan. Undang-umdang menentukan bahwa perjanjian
asuransi harus ditutup dengan suatu akta yang disebut (pasal 255 KUH Dagang).
Pasal 255: “suatu tanggungan
harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis.”
Sedang syarat-syarat formal polis
diatur lebih lanjut pada pasal 256 KUH Dagang. Didalam pasal tersebut diatur
mengenai syarat-syarat umum yang harus dipenuhi agar suatu akta dapat disebut
sebagai suatu polis. Pasal 257, selanjutnya mengatur tentang saat kapan
perjanjian asuransi itu mulai dianggap ada,yaitu sejak adnya kata sepakat/sejak
saat ditutup, bahkan sebelum polis ditandatangani.
Pasal 257 ayat 1 menentukan: “Perjanjian
pertanggungan diterbitkan seketika setelah ia ditutup, hak-hak dan
kewajiban-kewajiban bertimbal balik dari si penanggung dan sitertanggung mulai
berlaku semenjak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani.”
Berdasarkan ketentuan pasal 255
dan pasal 257 ayat 1 KUH Dagang, ternyata terdapat dua hal yang saling bertentangan
terhadap yang lain yaitu mengenai:
-
saat
terjadinya dan saat sahnya perjanjian asuransi
-
apakah
polis merupakan syarat sahnya perjanjian asuransi atau bukan
Apakah fungsi polis sebenarnya
Secara material perjanjian
asuransi atau perjanjian pertanggungan adalah satu, apabila sudah dicapai kata
sepakat para pihak. Penganggung maupun tertanggung keduanya sudah sepakat atas
semua syarat yang juga sudah disepakati bersama. Perjanjian asuransi pada
dasarnya tidak mempunyai formalitas tertentu. Perjanjian ini termasuk semua
syarat-syaratnya secara material benar-benar ditentukan oleh para pihak
sepenuhnya, jadi kata sepakat pada perjanjian asuransi atau perjanjian
pertanngungan merupakan dasar atau landasan bagi ada atau tidak adanya
perjanjian asuransi.
Mengenai
hal ini undang-undang ternyata mempunyai sikap yang mendua. Pada satu sisi
dengan tegas dan jelas menyatakan bahwa perjanjian asuransi harus diadakan atas
dasar adanya akta yang disebut polis, sebagaimana diatur di dalam pasal 255 KUH
Dagang, yang menyatakan bahwa “suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis
dalam suatu akta yang disebut polis.” Ketentuan tersebut kemudian disusul
dengan ketentuan pasal 256 yang mengatur tentang syarat-syarat yang harus
dipenuhi agar suatu akta dapat disebut sebagai polis.
Polis
sebagai suatu akta yang yang formalitasnya diatur di dalam undang-undang,
mempunyai arti yang sangat penting pada perjanjian asuransi, baik pada tahap
awal, selama perjanjian berlaku dan dalam masa pelaksanaan perjanjian. Jadi
polis tetap mempunyai arti yang sangat penting di dalam perjanjian asuransi,
meskipun bukan merupakan syarat bagi sahnya perjanjian, karena polis merupakan
satu-satunya alat bukti bagi tertanggung terhadap penanggung. Di samping itu
polis juga mempunyai arti yang sangat penting bagi tertanngung, sebab polis itu
merupakan bukti yang sempurana dan satu-satunya alat bukti tentang apa yang
mereka (penanggung dan tertanggung) prjanjikan dalam perjanjian pertanggungan.
Jadi bagi tertanggung polis itu mempunyai nilai yang sangat menentukan bagi
pembuktian haknya. Tanpa polis maka pembuktian akan menjadi sulit dan terbatas.
E.
Contribution
(Kontribusi)
Adalah hak penanggung untuk
mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama
kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity. Anda dapat
saja mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi.
Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis
berlaku prinsip kontribusi.
Anda dapat saja mengasuransikan
harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi
kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip
kontribusi. Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila kami telah membayar penuh
ganti rugi yang menjadi hak Anda, maka kami berhak menuntut
perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan (secara
bersama-sama menutup asuransi harta benda milik Anda) untuk membayar bagian
kerugian masing-masing yang besarnya sebanding dengan jumlah pertanggungan yang
ditutupnya.
Contoh:
Anda mengasuransikan satu unit bangunan rumah tinggal + isinya seharga 200
juta rupiah kepada tiga perusahaan asuransi :
Misal Asuransi A 200 juta, B 100 juta dan C 100 juta rupiah.
Bila bangunan tersebut terbakar habis (mengalami kerugian total) maka
maksimum ganti rugi yang Anda peroleh dari masing-masing asuransi adalah :
A = 200 juta/ 400 juta x 200 juta = 100 juta rupiah
B = 100 juta/ 400 juta x 200 juta = 50 juta rupiah
C = 100 juta/ 400 juta x 200 juta = 50 juta rupiah
Berarti jumlah ganti rugi yang Anda terima
dari ke-3 perusahaan asuransi tersebut bukanlah Rp. 400.000.000,00 melainkan
Rp. 200.000.000,00 sesuai dengan harga yang sebenarnya.
F.
Proximate
Cause (Kausa Proksimal)
Adalah suatu penyebab aktif,
efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa
adanya intervensi suatu yang diawali dan secara aktif oleh sumber yang baru dan
independen. Jadi apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau
kecelakaan, maka pertama-tama dicari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang
menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya
terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut. Suatu prinsip yang digunakan untuk
mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah: "Unbroken Chain
of Events" yaitu suatu rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak
terputus.
Sebagai
contoh, kasus klaim kecelakaan diri berikut ini:
-
Seseorang
mengendarai kendaraan di jalan tol dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak
terkendali dan terbalik. Korban luka parah dan dibawa kerumah sakit. Tidak lama
kemudian korban meninggal dunia.
Dari
peristiwa tersebut diketahui bahwa kausa proksimalnya adalah korban mengendarai
kendaraan dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik.
Melalui kausa proksimal akan dapat diketahui apakah penyebab terjadinya musibah
atau kecelakaan tersebut dijamin dalam kondisi polis asuransi ataukah tidak?
Pelaksanaan Prinsip Utmost Good
Yang
dimaksudkan adalah bahwa Anda berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan
teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang
diasuransikan. Prinsip inipun menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun
yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas
serta teliti.
Kewajiban
untuk memberikan fakta-fakta penting tersebut berlaku:
-
Sejak
perjanjian mengenai perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi
selesai dibuat, yaitu pada saat kami menyetujui kontrak tersebut.
-
Pada
saat perpanjangan kontrak asuransi.
-
Pada
saat terjadi perubahan pada kontrak asuransi dan mengenai hal-hal yang ada
kaitannya dengan perubahan-perubahan itu.
-
Tidak
menyembunyikan keterangan-keterangan yang jelas dan benar yang dibutuhkan
masing-masing pihak.
Bila perjanjian asuransi
diibaratkan suatu Bangunan, maka prinsip Utmost Good Faith adalah fondasinya,
artinya kalau fondasi tersebut tidak dikonstruksi dengan baik, dikhawatirkan
Bangunan perjanjian asuransi itu akan ambruk atau gagal mencapai tujuannya. Dalam
beberapa kasus asuransi, masalah prinsip Utmost Good Faith sering menjadi pokok
permasalahan.
Prinsip Utmost Good Faith atau
Prinsip Itikad Sangat Baik mengandung pengertian kedua belah pihak. yaitu
Tertanggung dan Penanggung. secara timbal balik harus mendasari
kesepakatan/perjanjian asuransi dengan itikad sangat baik.
Artinya : Tidak menyembunyikan
keterangan-keterangan yang jelas dan benar yang dibutuhkan masing-masing pihak.
Lebih dari pada itu, kata-kata
“Sangat” yang tercantum dalam prinsip Utmost Good Faith, cenderung ditujukan
kepada Tertanggung, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
Tertanggung yang akan mengalihkan
risiko kepada Perusahaan Asuransi atau Penanggung, mengetahui segala sesuatunya
tentang Obyek yang akan diasuransikan, sedangkan Penanggung tidak mengetahui
apapun.
Memang Penanggung bisa melakukan
survey atas risiko tersebut letapi pada saat surveypun masih ada beberapa
informasi data yang sangat penting (sangat material) diketahui Penanggung,
misalnya:
-
Pernahkan
obyek pertanggungan tersebut mengalami peristiwa kerugian? Kapan dan berapa
jumlah kerugiannya, apakah polis Asuransi lain yang sudah atau pemah menutup
pertanggungan asuransi atas obyek yang bersangkutan?
-
Perbandingan
antara Premi Asuransi dengan harga Pertanggungan atau beban risiko yang akan
ditanggung Perusahaan Asuransi, sangat jauh.
Dalam
keadaan yang demikian. posisi antara Tertanggung dan Penanggung menjadi tidak
seimbang. Tertanggung mengetahui segalanya tentang obyek pertanggungan akan
mengalihkan risiko yang dihadapi kepada Penanggung yang tidak tahu banyak
mengenai obyek yang bersangkutan harus menampung beban risiko yang jauh lebih
berat dibandingkan dengan Premi Asuransinya.
Pelaksanaan prinsip
itikad baik (utmost goddfaith).Masalah-masalah dalam pelaksanaan prinsip itikad
baik antara lain :
1. Representasi
Adalah pernyataan pendaftar asuransi yang dibuat
sebelum kontrak asuransi ditandatangani
2. Concealments
Adalah kesalahan calon tertanggung karena
merahasiakan fakta penting terhadap resiko yang
dipertanggungkan. Apabila terjadi concealments maka kontrak
asuransinya batal.
Tetapi pada
prakteknya adalah :
a.
Pada
asuransi angkutan laut, walaupun penyembunyian tersebut tidak ada maksud
penipuan, polis batal.
b.
Pada
asuransi angkutan darat, polis tidak dapat dibatalkan, jika tidak ada unsur
penipuan.
Sumber :