Selasa, 12 Juni 2012

Fungsi dan tanggung jawab mahasiswa


Mahasiswa dapat dikatakan sebuah komunitas unik yang berada di masyarakat, dengan kesempatan dan kelebihan yang dimilikinya, mahasiswa mampu berada sedikit di atas masyarakat. Mahasiswa juga belum tercekcoki oleh kepentingan-kepentingan suatu golongan, ormas, parpol, dsb. Sehingga mahasiswa dapat dikatakan (seharusnya) memiliki idealisme. Idealisme adalah suatu kebenaran yang diyakini murni dari pribadi seseorang dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menggeser makna kebenaran tersebut.
Berdasarkan berbagai potensi dan kesempatan yang dimiliki oleh mahasiswa, tidak sepantasnyalah bila mahasiswa hanya mementingkan kebutuhan dirinya sendiri tanpa memberikan kontribusi terhadap bangsa dan negaranya. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan pula rakyat, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Oleh karena itu perlu dirumuskan perihal peran, fungsi, dan posisi mahasiswa untuk menentukan arah perjuangan dan kontribusi mahasiswa tersebut.


1.   Peran Mahasiswa

1.1 Mahasiswa Sebagai “Iron Stock”
Mahasiswa dapat menjadi Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.

1.2 Mahasiswa Sebagai “Guardian of Value”
Mahasiswa sebagai Guardian of Value berarti mahasiswa berperan sebagai penjaga nilai-nilai di masyarakat. Mahasiswa sebagai insan akademis yang selalu berpikir ilmiah dalam mencari kebenaran. Kita harus memulainya dari hal tersebut karena bila kita renungkan kembali sifat nilai yang harus dijaga tersebut haruslah mutlak kebenarannya sehingga mahasiswa diwajibkan menjaganya.
Selain nilai yang di atas, masih ada satu nilai lagi yang memenuhi kriteria sebagai nilai yang wajib dijaga oleh mahasiswa, nilai tersebut adalah nilai-nilai dari kebenaran ilmiah. Kita sebagai mahasiswa harus mampu mencari berbagai kebenaran berlandaskan watak ilmiah yang bersumber dari ilmu-ilmu yang kita dapatkan dan selanjutnya harus kita terapkan dan jaga di masyarakat.
Pemikiran Guardian of Value yang berkembang selama ini hanyalah sebagai penjaga nilai-nilai yang sudah ada sebelumya, atau menjaga nilai-nilai kebaikan seperti kejujuran, kesigapan, dan lain sebagainya. Guardian of Value adalah penyampai, dan penjaga nilai-nilai kebenaran mutlak dimana nilai-nilai tersebut diperoleh berdasarkan watak ilmu yang dimiliki mahasiswa itu sendiri. Watak ilmu sendiri adalah selalu mencari kebanaran ilmiah.
Penjelasan Guardian of Value hanya sebagai penjaga nilai-nilai yang sudah ada juga memiliki kelemahan yaitu bilamana terjadi sebuah pergeseran nilai, dan nilai yang telah bergeser tersebut sudah terlanjur menjadi sebuah perimeter kebaikan di masyarakat, maka kita akan kesulitan dalam memandang arti kebenaran nilai itu sendiri.

1.3 Mahasiswa Sebagai “Agent of Change”
Mahasiswa sebagai Agent of Change adalah mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan. Sekarang ini banyak sekali penyakit-penyakit masyarakat yang menghinggapi hati bangsa ini, mulai dari pejabat-pejabat atas hingga bawah, dan tentunya tertular pula kepada banyak rakyatnya. Sudah seharusnyalah kita melakukan terhadap hal ini. Lalu alasan selanjutnya mengapa kita harus melakukan perubahan adalah karena perubahan itu sendiri merupakan harga mutlak dan pasti akan terjadi walaupun kita diam. Bila kita diam secara tidak sadar kita telah berkontribusi dalam melakukan perubahan, namun tentunya perubahan yang terjadi akan berbeda dengan ideologi yang kita anut dan kita anggap benar.
Mahasiswa adalah golongan yang harus menjadi garda terdepan dalam melakukan perubahan dikarenakan mahasiswa merupakan kaum yang “eksklusif”, hanya 5% dari pemuda yang bisa menyandang status mahasiswa, dan dari jumlah itu bisa dihitung pula berapa persen lagi yang mau mengkaji tentang peran-peran mahasiswa di bangsa dan negaranya ini. Mahasiswa-mahasiswa yang telah sadar tersebut sudah seharusnya tidak lepas tangan begitu saja. Mereka tidak boleh membiarkan bangsa ini melakukan perubahan ke arah yang salah. Merekalah yang seharusnya melakukan perubahan-perubahan tersebut.
Perubahan itu sendiri sebenarnya dapat dilihat dari dua pandangan. Pandangan pertama menyatakan bahwa tatanan kehidupan bermasyarakat sangat dipengaruhi oleh hal-hal bersifat materialistik seperti teknologi, misalnya kincir angin akan menciptakan masyarakat feodal, mesin industri akan menciptakan mayarakat kapitalis, internet akan menciptakan menciptakan masyarakat yang informatif, dan lain sebagainya. Pandangan selanjutnya menyatakan bahwaideologi atau nilai sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Sebagai mahasiswa nampaknya kita harus bisa mengakomodasi kedua pandangan tersebut demi terjadinya perubahan yang diharapkan. Itu semua karena kita berpotensi lebih untuk mewujudkan hal-hal tersebut. Sudah jelas kenapa perubahan itu perlu dilakukan dan kenapa pula mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam perubahan tersebut, lantas dalam melakukan perubahan tersebut haruslah dibuat metode yang tidak tergesa-gesa, dimulai dari ruang lingkup terkecil yaitu diri sendiri, lalu menyebar terus hingga akhirnya sampai ke ruang lingkup yang kita harapkan, yaitu bangsa ini.

2. Fungsi Mahasiswa
Berdasarkan tugas perguruan tinggi yang diungkapkan M.Hatta yaitu membentuk manusisa susila dan demokrat yang

1.             Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat
2.             Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan
3.             Cakap memangku jabatan atau pekerjaan di masyarakat

Berdasarkan pemikiran M.Hatta tersebut, dapat kita sederhanakan bahwa tugas perguruan tinggi adalah membentuk insan akademis, yang selanjutnya hal tersebut akan menjadi sebuah fungsi bagi mahasiswa itu sendiri. Insan akademis itu sendiri memiliki dua ciri yaitu : memiliki sense of crisis, dan selalu mengembangkan dirinya.
Insan akademis harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. Hal ini akan tumbuh dengan sendirinya bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu selalu mencari pembenaran-pembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu tersebut maka mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai masalah yang terjadi dan terlebih lagi menemukan solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Insan akademis harus selalu mengembangkan dirinya sehingga mereka bisa menjadi generasi yang tanggap dan mampu menghadapi tantangan masa depan.
Dalam hal insan akademis sebagai orang yang selalu mengikuti watak ilmu, ini juga berhubungan dengan peran mahasiswa sebagai penjaga nilai, dimana mahasiswa harus mencari nilai-nilai kebenaran itu sendiri, kemudian meneruskannya kepada masyarakat, dan yang terpenting adalah menjaga nilai kebenaran tersebut.

3. Posisi Mahasiswa
Mahasiswa dengan segala kelebihan dan potensinya tentu saja tidak bisa disamakan dengan rakyat dalam hal perjuangan dan kontribusi terhadap bangsa. Mahasiswa pun masih tergolong kaum idealis, dimana keyakinan dan pemikiran mereka belum dipengarohi oleh parpol, ormas, dan lain sebagainya. Sehingga mahasiswa menurut saya tepat bila dikatakan memiliki posisi diantara masyarakat dan pemerintah.
Mahasiswa dalam hal hubungan masyarakat ke pemerintah dapat berperan sebagai kontrol politik, yaitu mengawasi dan membahas segala pengambilan keputusan beserta keputusan-keputusan yang telah dihasilkan sebelumnya. Mahasiswa pun dapat berperan sebagai penyampai aspirasi rakyat, dengan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat dilanjutkan dengan analisis masalah yang tepat maka diharapkan mahasiswa mampu menyampaikan realita yang terjadi di masyarakat beserta solusi ilmiah dan bertanggung jawab dalam menjawab berbagai masalah yang terjadi di masyarakat.
Mahasiswa dalam hal hubungan pemerintah ke masyarakat dapat berperan sebagai penyambung lidah pemerintah. Mahasiswa diharapkan mampu membantu menyosialisasikan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tak jarang kebijakan-kebijakan pemerintah mengandung banyak salah pengertian dari masyarakat, oleh karena itu tugas mahasiswalah yang marus “menerjemahkan” maksud dan tujuan berbagai kebijakan kontroversial tersebut agar mudah dimengerti masyarakat.
Posisi mahasiswa cukuplah rentan, sebab mahasiswa berdiri di antara idealisme dan realita. Tak jarang kita berat sebelah, saat kita membela idealisme ternyata kita melihat realita masyarakat yang semakin buruk. Saat kita berpihak pada realita, ternyata kita secara tak sadar sudah meninggalkan idealisme kita dan juga kadang sudah meninggalkan watak ilmu yang seharusnya kita miliki. Contoh kasusnya yang paling gampang adalah saat terjadi penaikkan harga BBM beberapa bulan yang lalu.
Mengenai posisi mahasiswa saat ini saya berpendapat bahwa mahasiswa terlalu menganggap dirinya “elit” sehingga terciptalah jurang lebar dengan masyarakat. Perjuangan-perjuangan yang dilakukan mahasiswa kini sudah kehilangan esensinya, sehingga masyarakat sudah tidak menganggapnya suatu harapan pembaruan lagi. Sedangkan golongan-golongan atas seperti pengusaha, dokter, dsb. Merasa sudah tidak ada lagi kesamaan gerakan. Perjuangan mahasiswa kini sudah berdiri sendiri dan tidak lagi “satu nafas” bersama rakyat.


Sebagai mahasiswa yang diharapkan mampu menjadi generasi penerus pemimpin bangsa, maka dalam setiap aktivitas akademik maupun non akademik tetap mengutamakan rasa tanggung jawab baik belajar dan kreativitasnya.

Ciri-ciri belajar :
- mudah menangkap dan mamahami pelajaran
– mudah mengingat dan mengingatkan
– memiliki perbendaharaan kata yang bervariasi
– penalaran dan pola pikir yang tajam
– daya konsentrasi yang baik
– berpengalaman luas
– senang membaca
– mampu mengungkapkan pikiran secara lisan atau tertulis
– mampu mengamati dengan jelas terhadap setiap perubahan
– rasa ingin tahu yang tinggi
– mampu mengidentifikasi masalah, merumuskan hipotesis, menguji gagasan, mencapai kesimpulan

Ciri-ciri bertanggung jawab :
- tekun menghadapi tugas dengan tuntas
– ulet, pantang menyerah dan putus asa
– mampu berprestasi mandiri
– selalu ingin mendalami pengetahuan
– berusaha berprestasi lebih baik
– senang dan rajin belajar
– menghadapi masalah dengan kedewasaan
– cepat bosan dengan tugas rutin
– mampu mempertahankan pendapat
– menunda kepuasan sesaat untuk mencapai tujuan lebih baik di kemudian hari

Ciri-ciri kreatif :
- memiliki rasa ingin tahu yang dalam
– sering mengajukan pertanyaan yang berbobot
– banyak memberi gagasan positif
– mampu berpendapat secara spontan
– menonjol dalam satu bidang studi
– sulit dipengaruhi oleh pendapat orang lain
– mempunyai rasa humor
– mempunyai daya imajinasi
– mempunyai ide-ide cemerlang dan bermanfaat bagi orang banyak
– mampu mengajukan pikiran, gagasan, dan pendapat yang berbeda dengan orang lain
Untuk menjadi mahasiswa yang sukses secara akademis ada beberapa jurus yang dapat dipergunakan dalam kaitannya dengan konsep andragogi seperti yang telah dipaparkan di atas. Jurus-jurus tersebut diantaranya adalah :
1.     Keteraturan, kiatnya adalah dengan membuat catatan ringkas, rapi dan jelas agar belajar menjadi mudah. Berpikir dan bekerja teratur sehingga dapat mengerti dan meguasai ilmu yang didapat.
2.     Disiplin belajar, dalam ini perlu ditanamkan niat yang kuat, serta keteguhan hati dan tekad untuk membiasakan diri dalam belajar sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Membiasakan disiplin bisa menjadi proses pembentukan watak dan pribadi yag baik.
3.     Konsentrasi dan manajeman waktu yang baik, yaitu memusatkan pikiran tentang pokok suatu masalah yang dihadapi, termasuk ketika menghadapi ujian maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Selain itu konsen pula dalam mengembangkan minat, memperluas cakrawala serta sosialisasi dalam berbagai macam aktivitas dengan mengelola waktu yang tersedia.
4.     Memanfaatkan perpustakaan sebagai pendukung dalam belajar, seperti kita ketahui bersama bahwa perpustakaan adalah pusat informasi dan sumber ilmu pengetahuan yang tidak dapat dikesampingkan keberadaannya terutama dalam dunia pendidikan. Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa perpustakaan adalah jantungnya pendidikan, dan perpustakaan dapat dijadikan sebagai tolak ukur kemajuan peradaban suatu bangsa.
Tak hanya mahasiswa di lingkup perguruan tinggi saja yang dapat menerapkan konsep andragogi dalam belajar, namun para pelajar dan masyarakat pada umumnya pun dapat menerapkan konsep tersebut sebagai bentuk kemandirian.


Tanggung jawab mahasiswa sebagai generasi muda dalam meningkatkan rasa nasionalisme.

Mahasiswa sebagai generasi muda berperan aktif dalam meningkatkan rasa persatuan dan rasa kesatuan atau rasa nasionalisme. Adapun fungsi dan tanggung jawab mahasiswa sebagai generasi muda dalam wujud rasa nasionalisme antara lain :

1.     Dapat membangun rasa persaudaraan, perdamaian, solidaritas, anti kekerasan antar kelompok mahasiswa atau kelompok masyarakat dengan didasari semangat persatuan.
2.     Dapat mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan Indonesia agar tetap di cintai warga negaranya.
3.     Kesediaan menyelesaikan masalah bersama dan berpatisipasi di dalamnya dengan dasar semangat persatuan.
4.     Menerima, mengakui dan menghargai sepenuhnya keanekaragaman yang ada pada diri bangsa Indonesia.
5.     Mahasiswa bersedia mempertahankan , memberi dan memajukan Negara dan nama baik bangsanya.
6.     Cinta pada tanah air Indonesia dan rela berkorban atau mempunyai sikap patriotism.
7.     Menempatkan kepentingan bersama diatas kepentingan sendiri dan golongan atau kelompoknya



Referensi :


Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia


Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia

Dalam beberapa tahun ini Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai sistem ketatanegaraan. Dalam hal perubahan tersebut, secara umum dapat dikatakan bahwa perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUD 1945 ialah komposisi dari UUD tersebut, yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah empat kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksana kedaulatan rakyat, dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga negara. Sebelum amandemen, kedaulatan yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis yang terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan itu, demikian besar dan luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan Presiden, menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta mengubah Undang-Undang Dasar.
Kekurangannya : Walaupun sudah banyak lembaga yang terdapat didalamnya namun kenyataannya aplikasi belum bisa dijalankan. Sistem ketatanegaraan bangsa Indonesia sudah memadai namun aplikasinya masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Aplikasi yang menjalankannya belum seperti yang diharapkan.
Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu kenegaraan disebut sebagai dasar filsafat Negara. Dalam kedudukan ini Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk sebagai sumber tertib hukum di negara Republik Indonesia. Konsekuensinya seluruh peraturan perundang-undangan serta penjabarnya senantiasa berdasarkan nilai nilai yang terkandung dalam sila sila Pancasila. Kedudukan Pancasila yang demikian ini justru mewujudkan fungsinya yang pokok sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang manifestasinya dajibarkan dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu pancasila merupakan sumber hukum dasar negara baik yang tertulis maupun hukum dasar tidak atau convensi. Hukum dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu negara dalam menentukan mekanisme kerja badan-badan tersebut seperti ekslusif, yudikatif dan legislatif. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis, kedudukan dan fungsi dari UUD 1945 merupakan pengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarkat, warga negara Indonesia sebagai hukum dasar UUD 1945 memuat normat-norma atau aturan-aturan yang harus diataati dan dilaksanakan. Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu dalam segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam system peraturan perundang – undangan. Hal ini tidaklah lepas dari eksistensi pembukaan UUD 1945 yang dalam konteks ketatanegaraan Indonesia memilih kedudukan yang sangat penting karena merupakan suatu staasfundamentalnorm dan berada pada hirearkhi tertib hukum tertinggi di Indonesia. Dalam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia. Pada hakikatnya merupakan suatu dasar dan asas kerohanian dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara termasuk dalam penyusunan tertib hukum di Indonesia.
Maka kedudukan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.


Pancasila Sebagai Dasar Negara


Sebagai dasar negara, Pancasila tercantum di dalam alinea IV pembukaan UUD 1945 yang merupakan landasan yuridis konstitusional dan dapat disebut sebagai ideologi Negara. Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum sehingga semua peraturan hukum / ketatanegaraan yang bertentangan dengan pancasila harus dicabut. Perwujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, dalam bentuk peraturan perundang undangan bersifat imperative (mengikat) bagi :

a)      Penyelenggaraan negara
b)      Lembaga kenegaraan
c)      Lembaga kemasyarakatan
 d)      Warga negara Indonesia dimana pun berada, dan
e)      Penduduk di seluruh wilayah negara kesatuan republik Indonesia

Dalam tinjauan yuridis konstituisi, Pancasila sebagai dasar negara berkedudukan sebagai norma objektif dan norma tertinggi dalam negara, ketetapan MPRS No.XX/MPRS/ 1966,jo. Tap. MPR No. V/MPR/ 1973,jo. Tap. MPR No. IX/ MPR / 1978. Penegasan kembali Pancasila sebagai dasar negara, tercantum dalam Tap. MPR No. XVIII / MPR / 1998.


A.               Pancasila sebagai Filsafat Negara

Ketentuan ini terkandung dalam anak kalimat sebagai berikut : “…dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarata/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia…”.


B.               Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Nilai-nilai Pancasila, yang telah diwariskan kepada Bangsa Indonesia merupakan nilai sari dan puncak dari sosoial budaya yang senantiasa melandasi tata kehidupan sehari-hari. Tata nilai budaya yang telah berkembang dan dianggap baik, serta diyakini ikebenarannya ini dijadikan sebagai pandangan hidup dan sumber nilai bagi bangsa Indonesia. Sumber nilai tersebut antara lain adalah:

a)      Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa
b)      Asas kekeluargaan
c)      Asas musyawarah mufakat
d)      Asas tenggang rasa

Dari nilai nilai inilah kemudian lahir adanya sikap yang mengutamakan persatuan, kerukunan, keharmonisan, dan kesejahteraan yang sebenarnya sudah lama dipraktekkan jauh sebelum Indonesia merdeka. Pandangan hidup bagi suatu bangsa seperti pancasila sangat penting artinya karena merupakan pegangan yang mantap, agar tidek terombang ambing oleh keadaan apapun, bahkan dalam era globalisasi dewasa


Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Indonesia adalah Negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum. Oleh karena itu, dalam segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara diatur dalam sistem peraturan perundang-undangan.
Nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi atau falsafah terlahir dan telah membudaya di dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.  Nilai-nilai itu tertanam dalam hati, tercermin dalam sikap dan perilaku serta kegiatan lembaga-lembaga masyarakat. Dengan perkataan lain, Pancasila telah menjadi cita-cita moral bangsa Indonesia, yang mengikat seluruh warga masyarakat baik sebagai perorangan maupun sebagai kesatuan bangsa. Namun demikian nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara harus diimplementasikan sebagai sumber dari semua sumber hukum dalam negara dan menjadi landasan bagi penyelenggaraan negara.
Pancasila merupakan sumber kaidah hukum Negara yang secara konstitusional mengatur Negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat wilatah, beserta pemerintah Negara
Sebagai dasar Negara, Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum Negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Sebagai sumber dari segala hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka  Setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara dinyatakan dalam pasal 2 Undang-Undang (UU) No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.  Pengertian pembentukan peraturan perundang- undangan adalah proses pembuatan peraturan perundangundangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, penyebarluasan.  Rumusan UU tersebut selain memenuhi pertimbangan  dan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional, juga sekaligus menunjukkan  bahwa implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara telah memiliki landasan aturan formal.
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.











Menjelaskan isi Pembukaan UUD 1945, Pembukaan sebagai Staatsfundamentalnorm

 

 

Pembukaan UUD 1945 dengan nilai-nilai luhurnya menjadi suatu kesatuan integral-integratif dengan Pancasila sebagai dasar negara



A.     Tentang Tujuan Negara


·         Tujuan Khusus

              Terkandung dalam anak kalimat “.., untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…”.
              Tujuan khusus dalam kalimat tersebut sebagai relisasinya adalah dalam hubungannya dengan politik dalam negeri Indonesia yaitu :

1.      Hubungan secara Formal atau pengertian negara hukum formal.

Hal ini dalam hubungannya dengan tujuan negara hukum adalah “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”.

                        Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di bidang pembukaan UUD 1945, maka Pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas sosial, ekonomi, politik. Akan tetapi dalam perpaduaanya dengan keseluruhan asas  yang melekat padanya, yaotu perpaduan asas-asas cultural, religius, dan asas-asas kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam Pancasila.


2.      Hubungan Secara Material atau pengertiaan negara hukum material.

Hal ini dalam hubungannya dengan pengertian tujuan negara hukum adalahMemajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.”

                        Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok kaidah negara yang fundamental, maka secara material yang merupakan esensi atau inti sari dari pokok kaidah negara fundamental.







·         Tujuan Umum

                Tujuan negara yang bersifat umum ini dalam arti lingkup kehidupan sesame bangsa di dunia. Hal ini terkandung dalam kalimat : “... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial…. “
              Tujuan negara dalam anak kalimat ini realisasinya dalam hubungan dengan politik luar negeri Indonesia, yaitu diantara bangsa-bangsa di dunia ikut melaksanakan suatu ketertiban dunia yang berdasarkan pada prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan sosial. Hal inilah yang merupakan dasar politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif


B.        Pembukaan UUD 1945

Seluruh peraturan hukum yang ada di dalam wilayah negara Republik Indonesia sejak saat di tetapkannya pembukaan UUD 1945 secara formal pada tanggal 18 Agustus 1945 telah memenuhi syarat sebagai suatu tertib hukum negara. Adapun syarat-syarat tersebut pada hakikatnya sebagaimana terkandung dalam UUD 1945 itu sendiri.
Di dalam suatu tertib hukum terdapat urutan-urutan susunan yang bersifat hierarkhis, dimana UUD (pasal-pasalnya) bukanlah merupakan suatu tertib hukum yang tertinggi. Di atasnya masih terdapat suatu norma dasar yang menguasai hukum dasar termasuk UUD maupun convensi, yang pada hakikatnya memiliki kedudukan hukum yang lebih tinggi yang dalam ilmu hukum tata negara disebut sebagai staatsfundamentalnorm. Pembukaan UUD 1945 mempunyai kualitas dan kedudukan sebagai pembentuk negara, oleh karna lembaga tersebut melakukan tugas itu atas kuasa dan bersama-sama denagn rakyat untuk membentuk dan menetapkan berdirinya negara Republik Indonesia  setelah menetapkan secara yuridis berdirinya negara Indonesia berserta pembukaan UUD 1945, maka berakhirlah adanya kualitas pembentuk negara dan rakyat Indonesia secara keseluruhan merupakan unsur dari negara.
Semua asas yang terdapat dalam alinea I, II, dan II tersebut pada hakikatnya merupakan suatu asas pokok bagi alinea IV, atau merupakan konsekuensi logis yaitu isi alinea IV merupakan tindak lanjut dari alinea sebelumnya. Isi yang terkandung dalam alinea IV yang merupakan konsekuensi logis atas kemerdekaan yaitu meliputi pembentukan pemerintahan negara yang meliputi empat prinsip negara yaitu :

1. tentang tujuan Negara

Yang tercantum dalam kalimat “… melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…”(yang merupakan suatu tujuan khusus) dan “… ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosia…”(merupakan tujuan umum atau internasional).


2. tentang hal ketentuan diadakannya UUD Negara

Yang berbunyi “… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia…”.




3. tentang hal membentuk Negara

Yang termuat dalam pernyataan
“… yang terbentuk dalam suatu susunan Negara RI yang berkedaulatan rakyat…”


4. tentang dasar filsafat (dasar kerohaniaan) Negara

Yang termuat dalam kalimat yang adil dan beradab, Pesatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Seluruh isi yang terdapat dalam alinea IV tersebut pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan tentang pembentukan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
 

Maka kedudukan pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia adalah sebagai berikut:
Pertama: menjadi dasarnya, karena pembukaan UUD 1945 memberikan faktor-faktor mutlak bagi adanya suatu tertib hukum Indonesia. Hal ini dalam penbukaan UUD 1945 telah terpenuhi adanya empat syarat adanya suatu tertib hukum.
kedua: Ditijau dari segi isinya maka pembukan UUD 1945 memuat dasar- dasar pokok negara sbb:

1. Dasar tujuan negara. (baik tujuan umum maupun khusus)
2. Ketentuan di adakanya UUD negara 
3. Bentuk negara 
4. Dasar filsafat negara (asas kerohanian negara)


suatu sistem pemerintahan tergantung pada cita hukum yang dijadikan dasar pemerintahan tersebut, cita hukum ini ialah konstruksi pikiran yang merupakan keharusan untuk mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan masyarakat. T anpa dasar cita hukum ini, suatu tatanan hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum, dan apakah hukum tersebut yang berlaku adil atau tidak adil.
Cita hukum ini akan terwujud dalam bentuk norma hukum negara yang tertinggi yang disebut norma fundamental negara, atau Staatsfundamentalnorm.
Begitu penting kedudukan Staatsfundamentalnorm ini bagi existensi suatu negara, karena akan menjadi jatidiri suatu negara. Perubahan Staatsfundamentalnorm akan merubah jatidiri suatu negara yang akan berakibat terwujudnya suatu negara yang lain.
 Seperti yang dijelaskan dalam Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, bahwa, pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, mewujudkan cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis  maupun hukum yang tidak tertulis. Dengan demikian tidak merubah Pembukaan Undang-Undang Dasar.





Negara Republik Indonesia adalah tepat sekali ditinjau dari teori ketatanegaraan, karena tidak membubarkan suatu negara dan membentuk negara baru.
Pandangan dari Legalitas Hukum TAP MPRS No. XX/MPRS/1966, diantaranya menyebutkan bahwa :
“Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Pernyataan Kemerdekaan yang terperinci yang mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan yang memuat Pancasila sebagi Dasar Negara, merupakan suatu rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan oleh karena itu tidak dapat dirubah oleh siapapun juga, termasuk MPRS hasil pemilihan umum, yang berdasarkan pasal 3 dan pasal 37 Undang-Undang Dasar berwenang menetapkan dan merubah Undang-Undang Dasar karena merubah isi Pembukaan berarti pembubaran Negara…” dengan demikian tidak merubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sesuai dengan hukum yang berlaku di negara Indonesia.

 Di atas telah diuraikan betapa penting kedudukan Pembukaan dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Karena dalam Pembukaan ini terkandung Staatfundamentalnorm yang merupakan prinsip atau pandangan filsafati yang melandasi perumusan batang tubuh konstitusi, yang dijadikan pegangan dalam hidup bernegara. Bahkan karena dalam Pembukaan itu termuat Staatsfundamentalnorm, maka merubah Pembukaan suatu UUD berarti merubah atau membubarkan suatu Negara






























Kesimpulan


implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara masih perlu terus diupayakan dan diperjuangkan untuk meningkatkan kualitas SDM.
Dari uraian yang dikemukakan di atas, penulis mencoba mengidentifikasi permasalahan yang relevan sebagai berikut:

1.    Lemahnya pemahaman nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara  pada segenap komponen bangsa.  Sejak era reformasi, Pancasila mulai dilupakan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Lahirnya perilaku separatisme, konflik bermotif SARA, kebebasan media massa, korupsi di berbagai tingkatan, melemahnya keteladanan adalah bukti menurunnya pemahaman nilai-nilai Pancasila.

2.    Peraturan perundang-undangan belum sepenuhnya mengacu kepada yang mengacu kepada nilai-nilai Pancasila. Sejak era reformasi dan otonomi daerah, banyak sekali peraturan khususnya di daerah yang menunjukkan egosektoral, saling tumpang tindih sehingga jauh dari keserasian dan keharmonisan.  Banyak peraturan daerah diciptakan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, yang justru menurunkan iklim investasi di daerah.  Pemilihan kepala daerah dengan mengutamakan putra daerah, bukan putra terbaik bangsa.

3.       Implementasi nilai-nilai Pancasila belum dilembagakan secara komprehensif.  Sejak BP7 dibubarkan saat reformasi, tidak ada lagi lembaga yang bertanggungjawab menangani pemantapan nilai-nilai Pancasila dan pengembangan konsep-konsep wawasan kebangsaan.


Adapun jalan keluar untuk memecahkan permasalahan tersebut diuraikan sebagai berikut. 

 Pertama, peningkatan pemahaman nilai-nilai Pancasila.  Hal ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya:

1.    Pemerintah pusat dan Pemda melaksanakan pendidikan Pancasila pada pendidikan dasar hingga tinggi

2.    Pemerintah pusat dan Pemda melaksanakan penataran wawasan kebangsaan kepada masyarakat, aparat dan tokoh masyarakat/agama/parpol.

3.    Pemerintah pusat dan Pemda melaksanakan sayembara  pembuatan software pemahaman Pancasila berbasis teknologi informasi






Kedua, penyusunan peraturan perundang-undangan yang mengacu pada nilai-nilai Pancasila.  Hal ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya:

1.    Pemerintah pusat dan Pemda melaksanakan pelatihan legal drafting kepada  aparat dan tokoh masyarakat/agama/parpol
2.    Pemerintah pusat dan Pemda melaksanakan sosialisasi legal drafting kepada  aparat dan tokoh masyarakat/agama/parpol
3.    Pemerintah pusat dan Pemda melaksanakan legal drafting kepada  aparat dan tokoh masyarakat/agama/parpol


Ketiga, pelembagaan implementasi dan pemantapan nilai-nilai Pancasila.  Hal ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya:

1.    Pemerintah pusat menyusun peraturan dan menunjuk Lemhannas untuk mengkoordinasikan dan melaksanakan implementasi nilai-nilai Pancasila

2.     Lemhannas menyusun konsep implementasi nilai-nilai Pancasila dan wawasan kebangsaan

3.     Lemhannas melaksanakan pemantapan nilai-nilai Pancasila




























Daftar Pustaka